Oleh: Abdul Arif
Coba kosongkan hati dari prasangka lalu lihat manuver Cak Imin.
Betapa cerdik dia berayun dari satu menuver ke manuver lainnya tanpa meninggalkan prinsip yang dipegangnya. Hari ini ngobrol santai dengan Prabowo, kemarin jalan-jalan naik kereta dengan Jokowi, sebelumnya hadir di pengajian bareng Anies Baswedan, besok cipika-cipiki dengan AHY. Dia nyaris tak punya sekat dengan elit politik mana pun. Mungkin karena berkah silaturrahmi semua menerima dia dengan happy.
Kakinya ringan melangkah ke sana ke mari karena pundaknya tak memikul beban masa lalu. Dia bukan bagian dari rezim Orde Baru. Juga tak memikul beban bisnis jamaknya politisi pengusaha. Tak dihantui pelanggaran HAM. Tak punya masalah dengan demokrasi. Tak terikat persekutuan dengan klan tertentu, termasuk para naga itu.
Nasionalismenya tak diragukan oleh kalangan tentara. Visi demokrasinya diakui aktivis NGO. Pengalamannya paling matang di generasinya. Abdul Muhaimin Iskandar adalah ketua parpol termuda dari 10 partai pemilik kursi di senayan.
Jika ada yang melihat dengan sinis, wajar karena dia bukan anak presiden. Kalau ada yang nyinyir, maklumilah karena dia muncul dari rakyat biasa. Jika ada yang meremehkan bisa dimengerti karena dia bukan pensiunan jenderal. Toh, kelak Indonesia akan menilai setiap anak bangsa dari jejak prestasinya.
Sejarah mencatat Cak Imin sebagai aktifis mahasiswa yang turut menumbangkan rezim korup Orba. Dia wakil ketua DPR RI termuda yang terlibat aktif pada semua kebijakan penting yang diambil DPR/MPR di masa genting 1999-2004, seperti amandemen konstitusi; pencabutan Dwi Fungsi ABRI; pemisahan Polri dari TNI; dst. Muhaimin adalah ketua parpol yang aktif mendorong anggotanya di parlemen melahirkan UU Desa (ketua Pansusnya: Lukman Edy, anggota DPR dari PKB) dan RUU tentang pemberian insentif bagi lembaga pendidikan agama.
Dan jejak itu belum akan usai ditulis. Mungkin hingga 10-20 tahun mendatang dia akan jadi buah bibir di jagad kepolitikan Indonesia.
Maju terus Cak!
0 komentar:
Posting Komentar